Agama Hindu
Pada sekitar tahun 1500 sebelum masehi, bangsa Arya berhasil menaklukan
penduduk asli, yaitu bangsa Dravida di India. Kemudian lahir agama Hindu yang
merupakan gabungan antara kepercayaan bangsa Arya dan kepercayaan bangsa
Dravida. Agama hindu mempunyai banyak Dewa namun tiga dewa yang senantiasa
dipuja yang lebih dikenal dengan nama Tri Murti, yaitu Dewa Brahmana, atau Dewa
Pencipta, Dewa Wisnu atau Dewa Pelindung, dan Dewa Syiwa atau Dewa Perusak.
Menurut Agama Hindu, manusia yang hidup sekarang ini merupakan reinkarnasi dari
kehidupan sebelumnya. Manusia hidup di dunia adalah samsara atau sengsara.
Seseorang akan dilahirkan kembali sehingga harus mengalami sengsara, apabila
kehidupannya yang dahulu kurang sempurna atau banyak berbuat dosa. Agama Hindu
mengajarkan bahwa tujuan manusia adalah menyatu kembali kepada sumber dari
segala sumber yang ada, yakni Brahmana. Karena hidup merupakan penderitaan,
maka tujuan yang hendak dicapai adalah bagaimana agar seseorang terhindar dari
dilahirkan kembali supaya tidak mengalami penderitaan. Untuk itu, tujuan yang
hendak diraih adalah Moksha, yaitu terbebas dari dilahirkan kembali.
Ada empat kasta dalam Agama Hindu, yang membedakan antara golongan satu
dengan lainnya. Pembentukan kasta mempunyai tujuan utama untuk menjaga
kemurnian ras bangsa Arya yang dianggap ras paling baik, dibandingkan ras
bangsa Dravida yang dianggap lebih rendah. Empat kasta tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
1. Kasta Brahmana, merupakan kasta tertinggi, bertugas menjalankan
upacara-upacara keagamaan. Adapun yang termasuk dalam kasta ini dalah para
Brahmana.
2. Kasta Ksatria, yang bertugas
menjalankan pemerintahan. Adapun yang termasuk
dalam kasta ini adalah para raja, bangsawan, dan prajurit.
3. Kasta Waisya, merupakan kasta dari golongan rakyat jelata, seperti
para petani dan pedagang.
4. Kasta Sudra, merupakan kasta yang paling rendah, seperti para budak.
Agama Buddha
Pada awal mulanya, Buddha bukan sebuah agama, tetapi hanya merupakan
suatu paham baru dalam agama Hindu, yang disebut Budhisme. Muncul sebagai
protes terhadap perbedaan kasta, terutama Kasta Brahmana yang dianggap terlalu
banyak mempunyai hak-hak istimewa, dan kasta-kasta lain yang dianggap terlalu
membedakan kedudukan seseorang. Semua itu dipandang kurang adil.
Paham tersebut disebut Budhisme karena dikembangkan dan disebarluaskan
oleh Sidharta Buddha Gautama seorang putra raja Sudhodana dari Kerajaan
Kapilawastu, termasuk keturunan suku Sakya. Kemudian ajarannya berkembang
menjadi agama Buddha.
Konsep agama Buddha mengajarkan bahwa hidup adalah menderita, dan
penderitaan itu terjadi karena ketidaktahuan manusia akan kebenaran yang
hakiki, kebenaran yang mutlak. Namun ada jalan keluar untuk mengentas manusia
dari ketidaktahuan (awidya), yaitu melalui jalan kebenaran yang harus ditempuh
manusia selama hidupnya. Penganut agama Buddha percaya bahwa tujuan hidup
manusia didunia adalah menghentikan reinkarnasi karena reinkarnasi adalah
penderitaan (samsara) yang bersifat sementara. Sedangkan penderitaan sebenarnya
adalah apabila seseorang terus-menerus mengalami reinkarnasi, atau selalu
dilahirkan kembali ke dunia yang berarti terus-menerus mengalami penderitaan.
Oleh karena itu, konsep agama Buddha mengajarkan bagaimana agar manusia
terbebas dari kehidupan yang berulang-ulang yaitu apabila telah dapat mencapai
nirwana. Seseorang yang dapat masuk Nirwana, dianggap telah terbebas dari
ketidaktahuan, terbebas dari penderitaan, terbebas dari kelahiran kembali, dan
orang tersebut sudah moksha.
Seluruh ajaran agama Buddha terdapat dalam Buku Tripitaka yang terdiri
atas sebagai berikut.
1. Winayapitaka, berisi tentang peraturan dan hukum yang menentukan cara
hidup para pemeluk agama Buddha.
2. Sutranapitaka, berisi tentang wejangan-wejangan sang Buddha.
3. Abhidharmapitaka, berisi tentang penjelasan dan uraian mengenai agama
Buddha.
Ada kesamaan konsep antara Hindu/Syiwa dan Buddha. Konsep kebenaran yang
hakiki menurut agama Hindu (Syiwa) dan agama Buddha ialah meleburkan diri ke
dalam Yang Mutlak, berupa kekosongan atau kehampaan (sunyarupa). Meskipun jalan
yang ditempuh untuk menuju ke sunyarupa tersebut berbeda antara kedua agama,
tetapi tujuan keduanya sama, yaitu moksha atau tidak dilahirkan kembali. Lahir
cukup sekali selama hidup untuk selanjutnya sebagai penghuni nirwana yang kekal
abadi.
Proses masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu
Buddha di Indonesia
Proses masuknya agama Hindu maupun Buddha ke Indonesia melalui hubungan
perdagangan India dengan Indonesia. Dalam hubungan dagang itu, terjadi
pergaulan diantara para pedagang. Pergaulan tersebut berlangsung cukup lama.
Dalam pergaulan tersebut terjadi saling tukar pikiran diantara mereka. Kepada
bangsa kita orang-orang India bercerita tentang agamanya, yaitu agama Hindu dan
Buddha sehingga agama Hindu dan Buddha dikenal bangsa Indonesia. Akibat
hubungan dagang tersebut akhirnya pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang paling awal menerima pengaruh dan menganut agama
Hindu adalah raja beserta keluarganya, para bangsawan, dan prajurit, karena
merupakan kasta yang terhormat, baru kemudian rakyat jelata. Agama Hindu
tersebar luas di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di Jawa, Bali, dan
Sumatera. Awal sejarah Hindu di Indonesia terungkap dengan di ketemukannya
Prasasti peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan kerajaan Tarumanagara
di Jawa Barat. Dari kedua prasasti tersebut para ahli menyimpulkan bahwa sejak
abad ke-4 dan ke-5, pengaruh agama dan kebudayaan Hindu telah masuk Indonesia.
Bersamaan dengan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia,
datanglah agama Buddha ke tanah air. Agama Buddha juga masuk ke Indonesia
melalui jalur perdagangan, bahkan dilakukan secara damai. Pada awalnya tidak
begitu banyak penganutnya karena sudah terlebih dulu menganut ajaran Hindu.
Namun sejak abad ke-7 Masehi, Hindu berkembang pesat dan tersebar luas di
wilayah Indonesia, dengan pusat di kerajaan Sriwijaya.
Sebelum pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia, sebenarnya bangsa
Indonesia sudah mempunyai adat-istiadat, kebiasaan, maupun kepercayaan yang
dipelihara, hidup, dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Nenek moyang
bangsa Indonesia waktu itu telah mempunyai kepercayaan Animisme dan Dinamisme,
sampai dengan pengaruh Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia. Namun Animisme dan
Dinamisme tidak langsung hilang meskipun agama Hindu dan Buddha sudah menjadi
agama mereka. Mereka tidak menerima begitu saja semua pengaruh yang masuk,
namun hanya menerima unsur-unsur yang sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia. Pengaruh Hindu dan Buddha telah membaur menjadi satu dengan
kepercayaan dan keyakinan yang telah ada sebelumnya sehingga semakin memperkaya
khasanah budaya bangsa Indonesia.
Perkembangan Masyarakat, Kebudayaan, dan
Pemerintahan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia
Pengaruh Hindu-Buddha begitu luasnya di Indonesia dan hampir tidak ada
pulau besar yang tidak mendapat pengaruh kecuali Papua, Maluku dan sekitarnya.
Serta pulau-pulau di Nusa Tenggara. Penyebab utama tidak masuknya pengaruh
Hindu dan Buddha di wilayah Indonesia bagian timur tersebut, karena dianggap
terlalu jauh untuk dijangkau pada saat itu. Selain itu kawasan nusantara amat
luas dan terdiri atas puluhan ribu pulau yang terhampar dari barat sampai ke
timur, sehingga sangat memungkinkan untuk tidak terjangkau oleh pengaruh Hindu
dan Buddha masa itu. Daerah yang mendapat pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia
dapat dilihat dari kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, seperti
Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Tarumanagara di Jawa Barat, Mataram Kuno di
Jawa Tengah dan Jawa Timur, Sriwijaya di Sumatera, Kediri di Jawa Timur, Singosari
di Jawa Timur, dan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Dari beberapa kerajaan
tersebut, kita dapat melihat bagaimana perkembangan masyarakat, kebudayaan,
maupun pemerintahan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia.
1. Kerajaan Kutai di ‘’Kalimantan Timur’’
Kerajaan Kutai berdiri sekitar tahun 400-500 Masehi, dengan pusat
kerajaan terletak pada aliran sungai Mahakam Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai
merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Perkembangan masyarakatnya sudah lebih
maju dibanding sebelum ada kerajaan. Kebudayaannya berkembang bersamaan dengan
kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Pemerintahannya berkembang seiring dengan
perkembangan kerajaan itu sendiri.
Raja yang terkenal adalah Raja Mulawarman, anak dari Aswawarman, cucu
dari Kudungga, raja pertama Kutai. Raja Mulawarman adalah penganut Hindu Syiwa.
Hal ini di tunjukkan dengan adanya bukti dari salah satu Prasastinya yang
menyebutkan tempat suci Waprakeswara, yaitu tempat suci yang selalu disebut
berhubungan dengan Trimurti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Syiwa.
Bukti yang mendukung adanya kerajaan Kutai adalah diketemukannya tujuh
buah Yupa (tugu batu bertulis untuk peringatan upacara korban) di daerah aliran
sungai Mahakam. Yupa dibuat atas perintah Raja Mulawarman. Kerajaan Kutai
mengalami perkembangan yang pesat karena letaknya yang strategis, yaitu sebagai
persinggahan kapal-kapal yang menempuh perjalanan melalui Selat Makassar.
2. Kerajaan Tarumanagara di ‘’Jawa Barat’’
Kerajaan Tarumanagara berdiri kurang lebih pada abad ke-5 Masehi, di
Jawa Barat dengan rajanya bernama Purnawarman. Kerajaan Tarumanagara adalah
kerajaan yang mendapat pengaruh agama Hindu.
perkembangan masyarakat yang dulunya hanya hidup berkelompok, dengan
adanya kerajaan menjadi lebih tertata sedangkan kebudayaannya berkembang saling
mempengaruhi dengan kebudayaan lama sebelum masuknya pengaruh Hindu.
Pemerintahannya berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Bukti yang mendukung adanya Kerajaan Tarumanagara yaitu dengan
diketemukannya Tujuh buah prasasti di daerah Bogor, di Jakarta, dan di Lebak
Banten, serta adanya berita dari Cina. Prasasti-prasasti tersebut adalah
prasasti Ciaruteun, Prasasti Pasir Koleangkak atau Prasasti Jambu, Prasasti Kebon
Kopi, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianten, dan Prasasti
Cidanghiang atau Lebak. Prasati Tugu sebagai salah satu bukti yang mendukung
adanya Kerajaan Tarumanagara, isinya menyatakan letak ibukota Kerajaan
Tarumanagara. Prasasti ini juga menerangkan penggalian Sungai Cabdrabaga oleh
Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada masa
pemerintahannya. Penggalian ini dimaksudkan untuk menghindari bencana alam
berupa banjir dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Kerajaan Mataram Kuno di ‘’Jawa Tengan dan Jawa
Timur’’
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan pusat lembah Kali
Progo, yang meliputi Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Ibukotanya
Medang Kamulan, dengan raja yang pertama kali memerintah adalah Raja Sanjaya,
penganut Hindu. Sumber berita adanya Kerajaan Mataram Kuno adalah Prasati
Canggal yang berangka tahun 732 Masehi, dikeluarkan oleh Raja Sanjaya, berisi
tentang pendirian sebuah Lingga di Desa Kunjarakunja. Prasasti Canggal menggunakan
huruf Pallawa dan bahasa Sansakerta.
Keadaan masyarakatnya sudah lebih maju, karena sebenarnya sudah ada
kerajaan di Jawa Tengah, namun bukti yang menunjukannya kurang jelas. Demikian
pula perkembangan kebudayaan juga sudah lebih maju. Sedangkan perkembangan
pemerintahannya, dapat diketahui dari peninggalan sejarah yang ada, sejak zaman
Raja Sanjaya. Sanjaya menaklukan daerah sekitar Mataram Kuno, Jawa Barat, Jawa
Timur, Bali, bahkan memerangi juga Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Setelah
Sanjaya wafat, digantikan oleh putranya yang bernama Panangkaran. Pada masa
pemerintahan Raja Panangkaran agama
Buddha mulai masuk ke Jawa Tengah sehingga keturunan Syailendra sudah ada yang
memeluk agama Buddha.
Setelah Raja Panangkaran wafat Kerajaan Mataram Kuno terpecah menjadi
dua. Keturunan Syailendra yang beragama Hindu membangun Kerajaan Mataram di
Jawa Tengah bagian utara. Mereka membangun Candi-candi Hindu, antara lain di
kompleks candi Dieng yang terdiri atas Candi Bima, Candi Arjuna, Candi
Puntadewa, Candi Nakula, dan Candi Sadewa.
Keturunan Syailendra yang beragama Buddha membangun Kerajaan Mataram di
Jawa Tengah bagian selatan. Mereka membangun candi-candi Buddha antara lain
Candi Pawon, Candi Mendut, Candi Kalasan, Candi Sari, dan Candi Borobudur dibangun
pada saat pemerintahan Raja Samaratungga sekitar tahun 850 Masehi. Raja
Samaratungga yang memerintah Mataram Kuno di Jawa Tengah bagian selatan,
mempunyai dua orang putera dari isteri yang berlainan.
·
Pramodhawardhani, yang kemudian dikawinkan dengan
Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung yang memerintah Jawa Tengah bagian utara.
·
Balaputradewa, hasil perkawinan raja Samaratungga
dengan seorang puteri dari kerajaan Sriwijaya. Balaputradewa memerintah Jawa
Tengah bagian selatan tahun 833-856 Masehi.
Setelah Raja Samaratungga wafat, kedudukannya digantikan oleh
Balaputradewa. Beberapa saat kemudian terjadi perang saudara di Mataram Kuno
dengan wilayah Jawa Tengah bagian selatan. Perang saudara tersebut antara
Pramodhawardhani dengan suaminya (Rakai Pikatan) di satu pihak, melawan
Balaputradewa di pihak yang lain. Pada tahun 856 M, Rakai Pikatan berhasil
mengusir Balaputradewa, yang kemudian melarikan diri ke Sriwijaya. Akhirnya
Pramodhawardhani bersama-sama suaminya (Rakai Pikatan) dapat memerintah kerajaan
dengan tenang. Pramodhawardhani mendirikan Candi Plaosan (Candi Sewu) yang
bersifat Buddha. Sedangkan suaminya (Rakai Pikatan) mendirikan bangunan yang
bersifat Hindu, dan memprakarsai pem-bangunan Candi Prambanan.
Setelah Rakai Pikatan wafat, berturut-turut yang menggantikannya adalah
Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, Rakai Watukara Dyah Balitung, Raja Daksa,
Raja Tulodong, Raja Wawa (Merupakan Dinasti Sanjaya yang terakhir).
Pada tahun 929 M ibukota Mataram Kuno dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur oleh Mpu Sindok, dengan pusat pemerintahannya diantara Gunung Semeru dan
Gunung Wilis. Kerajaan baru ini tidak lagi disebut kerajaan Mataram melainkan
disebut Medang. Mpu Sindok merupakan Raja pertama dari Dinasti Isyana yang
memerintah tahun 929-947 M di Kerajaan Medang. Sebelum pusat pemerintahan
Kerajaan Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur, sebenarnya Mpu Sindok sudah
sering ditugaskan ke Jawa Timur, termasuk memperoleh kemenangan yang gilang
gemilang melawan tentara Sriwijaya di bumi Anjuk Ladang pada tahun 937 M. Hal
ini dibuktikan dengan adanya prasasti Anjuk Ladang di Nganjuk Jawa Timur yang
berangka tahun 937 M. Prasasti Anjuk
Ladang adalah Tugu Kemenangan Mpu Sindok melawan tentara Sriwijayayang melibatkan
rakyat Anjuk Ladang yang telah membantu perjuangan Mpu Sindok sepuluh tahun
sebelumnya. Raja yang memerintah Mataram Kuno setelah Mpu Sindok adalah Sri
Isyanatunggawijaya, Makutawangsa wardhana, Dharmawangsa Teguh
Anantawikramatunggadewa, dan Airlangga.
‘’Airlangga yang dipercaya sebagai Titisan Dewa Wisnu adalah putra
Mahendradatta, permaisuri Raja Udayana di Bali, yaitu menantu pamannya sendiri
Dharmawangsa Teguh, sang Raja Medang di Jawa Timur. Ketika pernikahannya
berlangsung, terjadi peristiwa Pralaya, yang menewaskan kedua mertuanya dan
menyebabkan kehancuran kerajaannya. Namun Airlangga berhasil mendirikannya
kembali setelah sengsara tiga tahun di hutan belantara, dan mendapat ilmu Asto
Broto. Airlangga pada tahun 1019 dinobatkan sebagai Raja Medang menggantikan
Dharmawangsa dan memerintah hingga tahun 1049. Ia berhasil menyatukan kembali
wilayah-wilayah yang dahulu lepas. Airlangga sangat menaruh perhatian yang
besar terhadap karya sastra. Dalam bidang agamapun juga demikian. Meskipun
Airlangga penganut agama Hindu tetapi ia juga menaruh perhatian besar terhadap
agama Buddha.’’
Kerajaan Medang dengan
meninggalnya Mpu Sindok seakan tenggelam dalam sejarah, karena raja-raja
penggantinya sangat pelit mewariskan bukti peninggalan sejarah bagi generasi
sekarang, sehingga menyulitkan penelurusannya. Namun Prasasti Bandar Alim yang
ditulis oleh Kaki Manta tahun 907 Caka (985 Masehi) yang ditemukan di Bandar
Alim, Desa Demangan, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur yang
sekarang disimpan di museum Trowulan, Mojokerto, paling tidak telah memberikan
sumbangan yang tiada terhingga bagi penelusuran sejarah, khususnya Kerajaan
Medang.
4. Kerajaan Sriwijaya di ‘’Sumatera’’
Sumber pengetahuan tentang kerajaan Sriwijaya ada dua, yaitu dari
Prasasti dan dari berita Cina. Prasasti-prasasti yang merupakan sumber sejarah
keberadaan Kerajaan Sriwijaya ditulis dengan huruf Pallawa dengan menggunakan
bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut antara lain Prasasti Kedukan
Bukit (683 M), Prasasti Talung Tuo (684 M), Prasasti Palas Pasemah, Prasasti
Kota Kapur (686 M), Prasasti Karang Berahi (686 M), dan Prasasti Nalanda
(India). Perkembangan masyarakatnya sudah jauh lebih maju seiring dengan
perkembangan kebudayaan maupun perkembangan pemerintahan di Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi,
terutama saat diperintah oleh Raja Balaputradewa, yang berasal dari Jawa
Tengah. Balaputradewa adalah anak Samaratungga, Raja Mataram Kuno. Ia melarikan
diri ke Sriwijaya karena kalah perang melawan saudaranya (satu ayah lain ibu),
yaitu Pramodhawardhani dengan suaminya Rakai Pikatan.
Kejayaan Sriwijaya dapat dilihat dari keberhasilannya di beberapa
bidang, antara lain dibidang maritim, menguasai jalur perdagangan melalui Selat
Malaka, Selat Sunda, Semenanjung Malaya, dan sebagainya. Sriwijaya pun juga
menjalin hubungan dagang yang baik dengan India, Cina, dan bangsa-bangsa lain.
Selain menonjol dibidan maritim, Kerajaan Sriwijaya juga maju dibidang politik,
ekonomi, dan agama Buddha. Dalam bidang politik Kerajaan Sriwijaya adalah
negara nasional pertama Indonesia, karena wilayahnya luas meliputi berbagai
kepulauan di Indonesia. Dalam bidang ekonomi, kerajaan Sriwijaya menguasai
perdagangan di wilayah Asia Tenggara. Dalam bidang Agama Buddha kerajaan
Sriwijaya telah menjadi pusat agama Buddha Mahayana di Asia Tenggara, dengan
salah satu gurunya yang terkenal bernama Sakyakirti.
Masa keruntuhan kerajaan Sriwijaya pada akhir abad ke-12, disebabkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut.
a)
Berulang kali diserang kerajaan Golamandala dari
India.
b)
Terdesak dari dua jurusan, yaitu Kerajaan Thailand
dan Kerajaan Singosari.
c)
Banyak raja-raja taklukan yang melepaskan diri
antara lain Ligor, Tanah Genting Kra, Kelantan, Pahang, Jambi dan Sunda.
d)
Mengalami kemunduran perekonomian dan perdagangan,
karena bandar-bandar penting melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya.
5. Kerajaan Kediri di ‘’Jawa Timur’’
Airlangga memecah kerajaan Kahuripan menjadi dua, yaitu Jeggala dan
Kediri untuk dua orang putranya agar tidak terjadi pertumpahan darah atau
perang saudara. Namun usaha ini tidak berhasil mereka selalu berselisih. Perang
saudara tersebut di menangkan oleh Kediri. Kerajaan Kediri akhirnya tumbuh
menjadi Kerajaan besar.
Pada masa Kerajaan Kediri, perkembangan masyarakat sudah jauh lebih maju
dibandingkan masyarakat yang hidup pada masa-masa sebelumnya. Demikian pula
dengan kebudayaannya yang maju pesat seiring dengan perkembangan
pemerintahannya.
Raja Kediri yang terkenal adalah Raja Jayabaya (1135-1157). Pada masa
pemerintahan Raja Jayabaya, telah ditulis sebuah kitab Kakawin dengan nama
Bharatayudha oleh Empu Sedah yang diteruskan oleh Empu Panuluh karena Empu
Sedah meninggal dunia. Kitab Kakawin Bharatayudha menggambarkan perang saudara
antara Pandawa dan Kurawa. Kitab ini banyak diilhami oleh perang saudara yang
terjadi antara Kerajaan Jenggala melawan Kerajaan Panjalu (Kediri).
6. Kerajaan Singosari
Tumapel di daerah Malang yang masuk wilayah Kerajaan Kediri, dikepalai
seorang Akuwu yang bernama Tunggul Ametung, yang mati dibunuh Ken Arok dengan
Keris Mpu Gandring. Ken Arok mengadakan pemberontakan dan berhasil membunuh
semua penguasa Kediri, termasuk rajanya saat itu, yaitu Kertajaya. Kerajaan
dipindah ke Singosari dengan Ken Arok sebagai raja yang pertama, dan pendiri
dinasti Rajasa atau Dinasti Girindra. Ken Arok adalah cikal bakal raja-raja di
Singosari dan Majapahit.
Perkembangan masyarakat pada zaman Kerajaan Singosari sudah sangat maju.
Demikian pula perkembangan kebudayaan maupun perkembangan pemerintahannya yang
nampak dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Ken Arok hanya memerintah
selama 5 tahun (1222-1227), karena ia pada tahun 1227 dibunuh oleh seorang
Pengalasan atas perintah Anusopati (anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung),
dengan menggunakan Keris Empu Gandring. Setelah Ken Arok, yang menjadi raja
Singosari berturut-turut adalah Anusopati (1227-1248 M), Tohjaya (1248 M),
Ranggawuni / Wisnuwardhana (1248-1268 M), Dan Kertanegara (1268-1292 M).
Pada zaman Raja Kertanegara, wilayah kekuasaan Kerajaan Singosari
menjadi sangat luas, meliputi seluruh Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Melayu, dan semenanjung Malaya. Ketika
Kertanegara sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi ke luar Jawa, Raja kecil
di Kediri Jayakatwang, mengadakan pemberontakan tahun 1292, mengakibatkan para
pembesar kerajaan dan Raja Kertanegara gugur. Kerajaan Singosari yang besar itu
akhirnya runtuh setelah pemberontakan Jayakatwang pada tahun 1292.
7. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya dengan bantuan Arya
Wiraraja, setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang dengan bantuan tentara
Mongolia yang kena tipu muslihat Raden Wijaya.perkembangan masyarakat,
perkembangan kebudayaan, dan perkembangan pemerintahan masa Kerajaan Majapahit
terbilang sangat maju, bersamaan dengan kebesaran Kerajaan Majapahit itu
sendiri.
Raja-raja yang pernah memerintah di Majapahit adalah sebagai berikut.
a.
Raden Wijaya (1293-1309)
Raden Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit yang
pertama pada tahun 1293 M. Dari istrinya yang bernama Dara Petak, Raden Wijaya
mempunyai anak bernama Jayanegara (Kalagamet). Sedang perkawinan Raden Wijaya
dengan Gayatri, lahir Tribhuwanatunggadewi (Bhre Kahuripan) dan Puja Dewi
Maharajasa (Bhre Daha). Keturunan dari Gayatri inilah yang melahirkan raja-raja
di Majapahit.
b.
Jayanegara (1309-1328 M)
Pada masa pemerintahannya banyak muncul
pemberontakan. Paling berat adalah pemberontakan Kuti (1319) yang hampir
meruntuhkan Kerajaan Majapahit. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit dan
Jayanegara menyingkir ke Bedander. Namun akhirnya pemberontakan dapat
dipadamkan dan Jayanegara dapat diselamatkan oleh Pasukan Bhayangakari di bawah
pimpinan Gajah Mada. Atas jasanya ini Gajah Mada diangkat sebagai Patih di
Kahuripan pada tahun 1321, lalu sebagai patih di Daha pada tahun 1323. Pada
tahun 1328, Jayanegara wafat karena dibunuh oleh Tabib Tanca. Pemberontakan
inipun dapat dipadamkan oleh Gajah Mada dan Tabib Tanca dibunuh.
c.
Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani (1328-1350
M)
Raja Jayanegara tidak mempunyai keturunan. Ia
digantikan oleh adik perempuan dari ibu yang berbeda (Gayatri), yaitu Bhre
Kahuripan yang dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar
Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Ia memerintah beserta suaminya Bhre Singasari, dan dibantu Patih Gajah Mada.
Dalam Kitab Negarakertagama, antara lain dijelaskan
bahwa pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi, telah terjadi pemberontakan
Sadeng dan Keta pada tahun 1331, namun dapat ditumpas oleh Gajah Mada. Kemudian
Gajah Mada diangkat menjadi Maha patih Majapahit. Pada tahun 1350,
Tribhuwanatunggadewi menyerahkan kekuasaan Kerajaan Majapahit kepada anaknya
yang bernama Hayam Wuruk.
d.
Hayam Wuruk (1350-1389 M)
Hayam Wuruk diserahi tahta kerajaan Majapahit
dengan gelar Sri Rajasa negara. Saat itu ia masih berusia 16 tahun. Dalam
menjalankan pemerintahan Hayam Wuruk di dampingi Mahapatih Gajah Mada, yang
menjalankan peerintahan sipil dan militer secara lengkap. Kerajaan Majapahit
mencapai puncak kejayaannya ketika Rajanya Hayam Wuruk dan Patihnya Gajah Mada.
Saat itu wilayah kekuasaan Majapahit hampir meliputi seluruh Nusantara,
termasuk Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu. Pengaruhnya bahkan sampai
ke Filipina Selatan, Thailand (Champa), dan Indocina.
Peninggalan Hayam Wuruk yang berupa candi adalah Candi
Penataran, Candi Sawentar, Candi Sumber Jati (di daerah Blitar), Candi Tikus di
Trowulan, Candi Jabung di dekat Kraksaan, Candi Tlagawangi dan Candi Surawana
di dekat Pare, Kediri. Peninggalan berupa kesusastraan yaitu Kitab
Negarakertagama yang ditulis oleh Empu Prapanca, berisi sejarah kerajaan
Singosari dan Majapahit sampai pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Karya
sastra lain, yaitu Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Kerajaan Majapahit
mengalami kemunduran sejak meninggalnya Maha Patih Gajah Mada pada 1364 dan
meninggalnya Hayam Wuruk pada 1389. Disamping itu juga terjadi perang saudara
yang terkenal dengan nama Perang Paregreg.
Ranawijaya merupakan Raja Majapahit terakhir yang
gagal mengembalikan Majapahit pada kejayaannya. Banyak raja-raja taklukan di
bawah Majapahit yang melepaskan diri. Di samping itu pengaruh agama Islam mulai
berkembang di pesisir utara Pulau Jawa, yang diikuti dengan berkembangnya
Kerajaan Demak yang beragama Islam. Banyak pejabat Demak keturunan Majapahit
yang sudah memeluk agama Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar