KISAH SUNAN DRAJAD

1. ASAL-USUL
Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Raden Qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya kemudian di perintah untuk berdak'wah di sebelah barat Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.
Raden mulai perjalanannya dengan menaiki perahu dari Gresik sesudah singgah di tempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah barat itu tiba-tiba perahu beliau di hantam oleh ombak yang besar sehingga menabrak karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwa, tapi bila Tuhan belum menentukan ajal seseorang bagaimanapun hebatnya kecelakaan pasti dia akan selamat. Demikian pula halnya dengan Raden Qosim secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan Talang datang kepadanya. Dengan menunggang punggung ikan tersebut Raden Qosim dapat selamat hingga ke tepi pantai.
Raden Qosim bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Beliau juga berterimakasih kepada ikan talang yang dengan lantarannya dia selamat.
Untuk itu beliau telah berpesan kepada anak turunannya agar jangan sampai makan daging ikan talang, bila pesan ini di langgar maka akan mengakibatkan bencana, yaitu di tempa penyakit yang tiada obatnya lagi. Ikan Talang itu membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang termasuk wilayah desa Jelag (sekarang termasuk wilayah desa Banjarwati), Kecamatan Paciran. Di tempat itu Raden Qosim di sambut masyarakat setempat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putra Sunan Ampel seorang Wali besar dan masih terhitung kerabat keraton Majapahit.
Di desa Jelag itu Raden Qosim mendirikan Pesantren. Karena caranya menyiarkan agama Islam yang unik maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan, kira-kira berjarak 1 km di sana beliau mendirikan surau langgar untuk berdakwah.
Tiga tahun kemudian secara mantap beliau mendapat petunjuk agar membangun tempat berdak'wah yang strategis yaitu di tempat ketinggian yang di sebut Dalem Duwur. Di bukit yang disebut Dalem Duwur itulah yang sekarang dibangun Museum Sunan Drajad adapun makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Museum tersebut.
Raden Qosim adalah pendukung aliran putih yang di pimpin oleh Sunan Giri. Artinya dalam berdakwah menyebarkan agama Islam beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku, beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus di amalkan dengan lurus dan benar sesuai dengan ajaran Nabi. Tidak boleh di campur baur dengan adat dan kepercayaan lama.
Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah. Di dalam Museum yang terletak di sebelah timur makamnya terdapat seperangkat bekas gamelan jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.
Dalam catatan sejarah Wali songo, Raden Qosim disebut sebagai seorang Wali yang hidupnya paling bersahaja, walau dalam urusan dunia beliau juga sangat rajin mencari rezeki. Hal itu di sebabkan sikap beliau yang dermawan. Dikalangan rakyat jelata beliau bersifat lemah lembut dan sering menolong mereka yang menderita.

2. AJARAN SUNAN DRAJAD YANG TERKENAL
Ajaran Sunan Drajad bersumber dari:
1. Al-Qur'an
2. Sunnah
3. Ijma
4. Qiyas
5. ajaran guru dan pendidik seperti Sunan Ampel atau prang tuanya
6. ajaran dan pemikiran, atau faham yang telah tersebar luas di masyarakat,
7. tradisi di masyarakat setempat yang telah ada yang sesuai dengan ajaran islam, dan
8. fatwa Sunan Drajad sendiri

Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah sebagai berikut:

Menehono teken marang wong wuto
Menehono mangan marang wong kan luwe
Menehono busono marang wong kang mudo
Menehono ngiyup marang wong kang kudanan

Artinya kurang lebih demikian:

Berilah tongkat kepada orang yang buta
Berilah makan kepada orang yang kelaparan
Berilah pakaian kepada orang yang telanjang
Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan.

Adapun maksudnya adalah sebagai berikut: 

Berilah petunjuk kepada orang bodoh (buta) Sejahterakanlah kehidupan rakyat yang miskin (kurang makan) Ajarkanlah budi pekerti (Etika) kepada orang yang tidak tak tahu malu atau belum punya peradaban tinggi. Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana. Ajaran ini sangat supel, siapapun dapat mengamalkannya sesuai dengan tingkat dan kemampuan masing-masing. Bahkan pemeluk agama lain pun tidak berkeberatan untuk mengamalkannya. Tentang puncak Ma'rifat Sunan Drajad menuliskan perumpamaannya sebagai berikut:

''Ilang, jenenge kawula
sirna datang ana keri,
pan ilangwujudira,
tegese wujude widi,
ilang wujude iki,
anenggih perlambangira,
Lir lintang karahinan,
kesorodan sang hyang rawi,

Artinya:
hilang jati diri makhluk
lenyap tiada tersisa,
karena hilang wujud keberadaannya
itulah juga wujud Tuhan,
itulah yang ada ini,
adapun persamaannya,
seperti bintang di waktu siang
yang tersinari matahari.

Di samping terkenal sebagai seorang Wali yang berjiwa dermawan dan sosial, beliau juga dikenal sebagai anggota Wali songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut pula mendirikan masjid Demak. Simbol kebesaran ummat islam pada waktu itu.
Di bidang kesenian, di samping terkenal sebagai ahli ukir beliau juga pertama kali yang menciptakan Gending Pengkur. Hingga sekarang gending tersebut masih di sukai rakyat Jawa. Sunan Drajad, demikian gelar Raden Qosim di berikan kepada beliau karena beliau bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggal di sebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau derajad para ulama'muqarrobin. Ulama yang dekat dengan Allah SWT.

Sumber: Buku Kisah Perjuangan Wali Songo
             Penerbit: LINTAS MEDIA Jombang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar