Kisah Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)


1. ASAL-USUL
Dalam usia masih muda Syarif Hidayatullah di tinggal mati oleh ayahnya. Ia di tunjuk untuk menggantikan kedudukannya sebagai raja Mesir tapi anak muda yang masih berusia dua puluh tahun itu tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa Barat. Kedudukan ayahnya itu kemudian di berikan kepada adiknya yaitu Syarif Narullah.
Sewaktu berada di negeri Mesir Syarif Hidayatullah berguru kepada beberapa ulama besar di daratan Timur Tengah. Dalam usia muda itu ilmunya sudah sangat banyak, maka ketika pulang ke tanah leluhurnya yaitu Jawa ia tidak merasa kesulitan melakukan dakwah.


2. PERJUANGAN SUNAN GUNUNG JATI
Sering kali terjadi kerancuan antara nama Fatahillah dengan Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati. Orang menganggap Fatahillah dan Syarif Hidayatullah adalah satu, tetapi yang benar adalah dua orang. Syarif Hidayatullah cucu Raja Pajajaran adalah seorang penyebar agama Islam di Jawa Barat yang kemudian di sebut Sunan Gunung Jati. Sedang Fatahillah adalah seorag pemuda Pasai yang di kirim olegh Sultan Trenggana membantu Sunan Gunung Jati berperang melawan penjajah Portugis.
Bukti bahwa Fatahillah bukan Sunan Gunung Jati adalah makam dekat Sunan Gunung Jati yang ada tulisan Tubagus Pasai Fathullah atau Fatahillah atau Faletehan menurut lidah orang Portugis.

Syarif Hidayatullah dan ibunya Syarifah Muda'im datang di negeri Caruban Larang Jawa Barat pada tahun 1475 sesudah mampir dulu di Gujarat dan Pasai untuk menambah pengalaman. Kedua orang itu di sambut gembira oleh pangeran Cakrabuana dan keluarganya. Syekh Datuk Kahfi sudah wafat, guru Pangeran Cakra buana dan Syarifah Muda'im itu di makamkan di Pasambangan. Dengan alasan agar selalu dekat dengan makam gurunya, Syarifah Muda'im minta agar di ijinkan tinggal di Pasambangan atau Gunung Jati. Syarifah muda'im dan putranya yaitu Syarif Hidayatullah meneruskan usaha Syekh Datuk Kahfi membuka pesantren Gunung Jati. Sehingga kemudian dari Syarif Hidayatullah lebih di kenal dengan sebutan Sultan Gunung Jati.
Tibalah saat yang di tentukean, Pangeran Cakrabuana menikahkan anaknya yaitu Nyi Pakungwati dengan Syarif Hidayatullah. Selanjutnya yaitu pada tahun 1479, karena usianya sudah lanjut Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaan Negeri Caruban kepada Syarif Hidayatullah dengan gelar Susuhan artinya orang yang di jungjung tinggi.

Di sebutkan, pada tahun pertama pemerintahannya Syarif Hidayatullah berkunjung ke Pajajaran untuk mengunjungi kakeknya yaitu Prabu Siliwangi. Sang Prabu di ajak masuk islam kembali tapi tidak mau. Meskipun begitu dia tidak menghalangi cucunya menyiarkan agama Islam di wilayah Pajajaran.

Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya ke Serang. Penduduk Serang sudah ada yang masuk Islam di karenakan banyaknya saudagar dari Arab dan Gujarat yang sering singgah ke tempat itu. Kedatangan Syarif Hidayatullah di sambut baik oleh Adipati Banten. Bahkan Syarif Hidayatullah di jodohkan dengan putri Adipati Banten yang bernama Nyi Kuwungten. Dari perkawinan inilah Syarif Hidayatullah di karuniai dua orang putra yaitu Nyi Ratu Winaon dan Pangeran Sebakingking.
Dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati tidak bekerja sendirian, beliau sering ikut bermusyawarah dengan anggota wali lainnya di Masjid Demak. Bahkan di sebutkan beliau juga membantu berdirinya Masjid di Demak.
Dari pergaulannya dengan Sultan Demak dan para wali lainnya ini akhirnya Syarif Hidayatullah mendirikan kesultanan Pakungwati dan ia memprolamirkan diri sebagai Raja pertama dengan gelar Sultan. Dengan berdirinya kesultanan tersebut Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada Pajajaran yang biasanya di salurkan lewat Kadipaten Galuh. Dengan bergabungnya prajurit dan perwira pilihan ke Cirebon maka makin bertambah besarlah pengaruk Kesultanan Pakungwati.
Daerah-daerah lain seperti Surantaka, Japura, Wanagiri, Telaga dan lain-lain menyatakan diri menjadi wilayah Kesultanan Cirebon. Lebih-lebih dengan diperluasnya pelabuhan Muara Jati, makin bertambah besarlah pengaruh Kesultanan Cirebon.
Banyak pedagang besar dari negeri asing datang menjalin persahabatan, diantaranya dari negeri Tiongkok. Salah seorang keluarga istana Cirebon kawin dengan seorang pembesar dari negeri Cina yang berkunjung ke Cirebon yaitu Ma Huan. Maka jalinan antara Cirebon dan negeri Cina makin erat.

''   Bahkan Sunan Gunung Jati pernah di undang ke Cina dan kawin dengan putri kaisar Cina yang bernama Putri Ong Tien. Kaisar Cina yang pada saat itu dari dinasti Ming juga beragama Islam. Dengan perkawinan itu sang Kaisar ingin menjalin hubungan erat antara Cirebon dan negeri Cina, hai ini ternyata menguntungkan bangsa Cina untuk di manfaatkan dalam dunia perdagangan. Sesudah kawin dengan Sunan Gunung Jati, putri Ong Tien di ganti namanya menjadi Nyi Ratu Rara Semanding. KaisaR Putri Ong Tien ini membekali putrinya dengan harta benda yang tidak sedikit, sebagian besar barang-barang peninggalan putri Ong Tien yang di bawa dari negeri Cina itu sampai sekarang masih ada dan tersimpan di tempat yang aman. ''

Istana dan Masjid Cirebon kemudian di hiasi dan di perluas lagi dengan motif-motif hiasan dingding dari onegeri Cina.
Masjid Agung Sang Ciptarasa di bangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau istri Sunan Gunung Jati. Dari pembangunan masjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Patah. Dalam pembangunan itu Sunan Gunung Jati mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Tatal sebagai lambang persatuan ummat. Selesai membangun masjid, di teruskan dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh tanah Pasundan. Prabu Siliwangi hanya bisa menahan diri atas perkembangan wilayah Cirebon yang semakin luas itu. Bahkan wilayah Pajajaran sendiri sudah semakin terhimpit.
Pada tahun 1511 Malaka di duduki oleh bangsa Portugis. Selanjutnya mereka ingin meluaskan kekuasaannya ke Pulau Jawa. Pelabuhan Sunda Kelapa yang jadi incaran mereka untuk menancapkan kuku penjajahan. Demak Bintoro tahu bahaya besar yang mengancam kepulauan Nusantara. Oleh karena itu Raden Patah mengirim Adipati Unus atau Pangeran Sebrang Lor untuk menyerang Portugis di Malaka.Tapi usaha itu tak membuahkan hasil, persenjataan Portugis terlalu lengkap, dan mereka terlanjur mendirikan benteng yang kuat di Malaka. Ada salah seorang pejuang Malaka yang ikut ke Tanah Jawa yaitu Fatahillah. Ia bermaksud meneruskan perjuangannya di Tanah Jawa. Dan di masa Sultan Trenggono ia diangkat menjadi Panglima Perang.
Pengalaman adalah guru yang terbaik, dari pengalamannya berempur di Malaka, tahulah Fatahillah titik-titik lemah tentara dan siasat Portugis.
Itu sebabnya ia dapat memberi komando dengan tepat dan setiap serangan Demak-Cirebon selalu membawa hasil gemilang. Akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah, Portugis kembali ke Malaka sedang tentara Pajajaran cerai berai tak menentu arahnya. Selanjutnya Fatahillah di tugaskan mengamankan Banten dari gangguan para pemberontak yaitu sisa-sisa pasukan Pajajaran. Usaha ini tidak menemui kesulitan karena Fatahillah di bantu putra Sunan Gunung Jati yang bernama pangeran Sebakingking.
Di kemudian hari Pangeran Sebakingking ini menjadi penguasa Banten dengan gelar Pangeran Hasanuddin.
Kurang lebih pada sekitar tahun 1479, Sunan Gunung Jati pergi ke daratan Cina dan tinggal di daerah Nan King. Di sana ia digelari dengan sebutan Maulana Insanul Kamil. Daratan Cina sejak lama di kenal sebagai gudaangnya ilmu pengobatan, maka di sana Sunan Gunung Jati juga berdakwah dengan jalan memanfaatkan ilmu pengobatan tradisional. Di samping itu, pada setiap gerakan fisik dari ibadah sholat sebenarnya merupakan gerakan ringan dari terapi pijat atau akupuntur terutama bila seseorang mau mendirikan sholat dengan baik, benar lengkap dengan amalan sunnah dan tumaninahnya. Dengan mengajak masyarakat Cina agar tidak makan daging babi yang mengandung cacing pita, dan giat mendirikan sholat lima waktu, maka orang yang berobat kepada Sunan Gunung Jati banyak yang sembuh sehingga nama Gunung Jati menjadi terkenal di seluruh daratan Cina.
Di negeri Naga itu Sunan Gunung Jati berkenalan dengan Jendral Ceng Ho dan Sekretaris kerajaan yang bernama Ma Huan, serta Feis Hsin, ketiga orang ini sudah masuk Islam. Pada suatu ketika Sunan Gunung Jati berkunjung ke hadapan Kaisar Hong Gie, pengganti Kaisar Yung Lo dari dinasti Ming.
Dalam kunjungan itu Sunan Gunung Jati berkenalan dengan putri kaisar yang bernama Ong Tien.
 
''   Menurut versi lain yang mirip sebuah legenda, sebenarnya kedatangan Sunan Gunung Jati di negeri Cina adalah karena tidak sengaja.
Pada suatu malam, beliau hendak melaksanakan sholat Tahajud. Beliau hendak sholat di rumah tapi tidak bisa khusyu lalu beliau sholat di masjid, di masjid juga belum bisa khusyu. Beliau heran, padahal bagi para wali, sholat Tahajud itu adalah kewajiban yang harus di laksanakan dengan sebaik-baiknya. Kemudian Sunan Gunung Jati sholat di atas perahu yang di tambatkan di tepi pantai Cirebon. Di sana beliau dapat sholat dengan khusyu. Bahkan dapat tidur dengan nyenyak setelah shalat dan berdo'a''.

Ketika beliau terbangun, beliau merasa kaget. Daratan Pulau Jawa tidak nampak lagi. Tanpa sepengetahuannya beliau telah di hanyutkan ombak hingga sampai ke negeri Cina. Di negeri Cina beliau membuka praktek pengobatan.
Penduduk Cina yang berobat di suruhnya melaksanakan sholat. Setelah mengerjakan sholat mereka sembuh. Makin hari namanya makin terkenal, beliau di anggap sebagai shinse atau tabib sakti yang berkepandaian tinggi. Kabar adanya tabib asing yang berkepandaian tinggi terdengar oleh Kaisar. Sunan Gunung Jati di panggil ke istana. Kaisar Cina hendak menguji kepandaian Sunan Gunung Jati.

       ''Sebagai seorang tabib dia pasti dapat mengetahui mana seorang yang hamil muda atau belum hamil.
Dua orang putri kaisar di suruh maju''.
Seorang diantara mereka sudah bersuami dan sedang hamil dua bulan. Sedang yang seorang lagi masih perawan namun perutnya di ganjal dengan bantal sehingga nampak seperti orang hamil. Sementera yang benar-benar hamil perutnya masih kelihatan kecil sehingga nampak seperti orang yang belum hamil.
       ''Hai Tabib asing! Mana diantara putriku yang hamil?'' tanya kaisar.
Sunan Gunung Jati diam sejenak, ia berdo'a kepada tuhan.
      ''Hai orang asing mengapa kau diam? cepat kau jawab! bentak Kaisar Cina''.
''Dia!''
jawab Sunan Gunung Jati sembari menunjuk putri Ong Tien yang masih perawan.
Kaisar tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban itu. Demikian pula seluruh menteri dan semua orang yang ada di balairung istana Kaisar. Namun tiba-tiba tawa mereka terhenti, karena putri Ong Tien menjerit keras sembari memegangi perutnya.
''Ayah!! saya benar-benar hamil !''
maka gemparlah seisi istana.

Ternyata bantal di putri Ong Tien telah lenyap entah ke mana. Sementara putri yang cantik itu benar-benar membesar seperti orang hamil.
Kaisar menjadi murka, Sunan Gunung Jati diusir dari daratan Cina, ia pun menurut. Hari itu juga ia pamit pulang ke Pulau Jawa. Namun Putri Ong Tien ternyata terlanjur jatuh cinta kepada sunan Gunung Jati maka dia minta kepada ayahnya agar diperbolehkan menyusul Sunan Gunung Jati ke Pulau Jawa.
Kaisar Hong Gie akhirnya mengijinkan putrinya menyusul Sunan Gunung Jati ke Pulau Jawa. Putri Ong Tien di bekali harta benda dan barang-barang berharga lainnya seperti bokor, guci emas dan permata. Putri cantik itu di kawal oleh tiga pembesar kerajaan yaitu Pai Li Bang seorang menteri negara. Lie Guan Chang dan Lie Guan Hien.
Pai Li Bang adalah salah seorang murid sunan Gunung Jati tatkala beliau berdakwah di negeri Cina.
Dalam pelayaran ke Pulau Jawa, mereka singgah di Kadipaten Sriwijaya.Tetua masyarakat balik bertanya.
   ''Siapa yang bernama Pai Li Bang?''
   ''Saya sendiri,'' jawab Pai Li Bang.
Kontan Pai Li Bang di gotong penduduk di atas tandu. Di elu-elukan sebagai pemimpin besar. Dia di bawa ke istana Kadipaten Sriwijaya. Setelah duduk di kursi Adipati, Pai Li Bang bertanya           ''     sebenarnya apa yang telah terjadi?''
Tetua masyarakat itu menerangkan.
   '' bahwa adipati Ario damar selaku pemegang kekuasaan Sriwijaya telah meninggal dunia. Penduduk merasa binggung mencari penggantinya, karena putra Ario Damar sudah menetap di Pulau Jawa. Yaitu Raden Patah dan Raden Hasan. Dalam kebingunggan itu muncullah Sunan Gunung jati, beliau berpesan bahwa sebentar lagi akan datang rombongan muridnya dari negeri Cina, namanya Pai Li Bang. Murid itulah yang pantas menjadi pengganti Ario Damar. Sebab muridnya itu adalah seorang menteri negara di negeri Cina. Setelah berpesan demikian Sunan Gunung Jati meneruskan pelayarannya ke Pulau Jawa.
Pai Li Bang memang muridnya. Dia semakin kagum kepada gurunya yang ternyata mengetahui sebelum kejadian, tahu kalau dia bakal menyusul ke Pulau Jawa. Pai Li Bang tidak menolak keinginan gurunya, dia bersedia menjadi Adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya Sriwijaya maju pesat sebagai Kadipaten yang paling makmur dan aman.
Setelah Pai Li Bang meninggal dunia maka kadipaten Sriwijaya di ganti dengan nama kadipaten Pai Li Bang, dalam perkembangannya karena proses pengucapan lidah orang Sriwijaya maka lama kelamaan kadipaten itu lebih di kenal dengan sebutan Palembang hingga sekarang.
Sementara itu putri Ong Tien meneruskan pelayarannya hingga ke Pulau Jawa. Sampai di Cirebon ia mencari Sunan Gunung Jati. Tapi Sunan Gunung Jati sedang berada di Luragung. Putri itupun menyusulnya. Pernikahan antara putri Ong Tien dengan Sunan Gunung Jati terjadi pada tahun 1481, tapi sayang pada tahun 1485 Putri Ong Tien meninggal dunia.
Maka jika anda berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati di Cirebon janganlah anda merasa heran, di sana banyak ornamen Cina dan nuansa-nuansa Cina lainnya. Memang ornamen dan barang-barang antik itu berasal dari Cina.
Wali songo selalu bermusyawarah apabila menghadapi suatu masalah pelik yang berkembang di masyarakat. Termasuk kebijakan dakwah yang mereka lakukan kepada masyarakat Jawa. Mula-mula Sunan Ampel tidak setuju atas cara dakwah yang di lakukan Sunan Gunung Jati dan Sunan Bonang. Namun Sunan Kudus mengajukan pendapatnya, saya setuju dengan pendapat Sunan Gunung Jati bahwa adat istiadat lama yang masih bisa di arahkan kepada agama Tauhid maka kita akan memberinya warna Islami. Sedang adat dan kepercayaan lama yang jelas-jelas menjurus ke arah kemusyrikan kita tinggal sama sekali. Sebagai misal Gamelan dan wayang kulit kita bisa memberinya warna islam sesuai dengan selera masyarakat. Adapun tentang kekuatiran Kanjeng Sunan Ampel, saya mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari akan ada orang yang akan menyempurnakannya.''
    Adanya dua pendapat yang seakan bertentangan tersebut sebenarnya mengandung hikmah. Pendapat Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus ada benarnya yaitu agar agama Islam cepat di terima oleh orang Jawa, dan ini terbukti dikarenakan dua wali tersebut pandai mengawinkan adat istiadat lama yang dapat di tolerir oleh Islam maka penduduk Jawa banyak yang berbondong-bondong masuk agama Islam. Pada prinsipnya mereka mau menerima Islam lebih dahulu dan sedikit-demi sedikit kemudian mereka akan diberi pengertian akan kebersihan tauhid dalam iman mereka.
Sebaliknya, adanya pendapat Sunan Ampel yang menginginkan Islam harus di siarkan dengan murni dan konsekuen juga mengandung hikmah kebenaran yang hakiki, sehingga membuat ummat semakin berhati-hati menjalankan syariat agama secara benar dan bersih dari segala macam Bid'ah. Inilah jasa Sunan Ampel yang sangat besar, dengan peringatan inilah beliau telah menyelamatkan aqidah ummat agar tidak tergelincir ke lembah musyrik.


[Buku: Kisah Perjuangan Walisongo
Penerbit: Lintas Media Jombang]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar